Pada tahun 2008, Perdana Menteri Israel saat itu, Ehud Olmert, mengajukan tawaran perdamaian besar kepada pemimpin Palestina Mahmoud Abbas. Tawaran tersebut mencakup solusi dua negara yang komprehensif—namun peta wilayah yang menjadi inti dari usulan itu tidak pernah dipublikasikan, hingga akhirnya terungkap sekarang.
Dalam dokumenter terbaru Israel and the Palestinians: The Road to 7th October, Olmert untuk pertama kalinya membeberkan secara publik peta yang ia tunjukkan kepada Abbas dalam pertemuan bersejarah di Yerusalem pada 16 September 2008.
Isi Tawaran Olmert: Lebih dari 94% Wilayah untuk Palestina
Tawaran Olmert mencakup:
- Pemberian lebih dari 94% wilayah Tepi Barat untuk negara Palestina.
- Pertukaran wilayah: Israel akan menggabungkan 4,9% wilayah Tepi Barat yang sudah dihuni pemukim Yahudi, dan sebagai imbalannya memberikan wilayah setara di dekat Gaza dan Tepi Barat.
- Koneksi antara Tepi Barat dan Gaza melalui jalan tol atau terowongan.
Solusi bersama untuk Yerusalem, di mana bagian kota bisa diklaim masing-masing pihak sebagai ibu kota, dan wilayah suci seperti Kota Tua dikelola secara multinasional (Israel, Palestina, Arab Saudi, Yordania, dan AS).
Respons Abbas dan Gagalnya Kesepakatan
Abbas menanggapi serius namun menolak menandatangani dokumen tanpa meninjau lebih lanjut bersama tim ahlinya. Olmert pun menolak memberikan salinan peta sebelum ada tanda tangan. Pertemuan lanjutan yang direncanakan tidak pernah terjadi.
Situasi politik juga memperumit segalanya: Olmert tengah dilanda skandal korupsi dan telah mengumumkan pengunduran diri. Beberapa bulan kemudian, Benjamin Netanyahu—penentang solusi dua negara—menjadi perdana menteri, dan rencana damai tersebut pun lenyap tanpa jejak.
Peluang Damai yang Terlewat
Pengungkapan peta ini menambah deretan momen bersejarah yang menunjukkan betapa dekatnya perdamaian—dan betapa cepatnya peluang itu bisa hilang. Seperti komentar pedas diplomat Israel Abba Eban pada 1973, "Palestina tidak pernah melewatkan kesempatan untuk melewatkan kesempatan."
Namun, kenyataannya jauh lebih kompleks. Sejak Kesepakatan Oslo 1993 hingga kini, konflik Israel-Palestina masih berputar dalam siklus kekerasan dan negosiasi yang tak pernah tuntas.
Tawaran Olmert pada 2008 adalah momen langka dalam sejarah konflik Timur Tengah—sebuah rencana konkret untuk perdamaian yang akhirnya tidak terwujud. Kini, dengan situasi politik yang semakin rumit, tawaran itu menjadi pengingat akan kesempatan besar yang mungkin tidak akan datang kembali dalam waktu dekat.