Pada era akhir 1960-an hingga pertengahan 1970-an, Jakarta pernah memiliki tempat-tempat perjudian legal, termasuk kasino.
Bukan sekadar rumor atau cerita gelap di balik kota metropolitan, tetapi kebijakan resmi yang dilegalkan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin.
Keberadaan kasino di Jakarta pada masa itu menjadi salah satu bagian dari strategi besar membangun kota dalam kondisi ekonomi yang serba terbatas.
Jakarta Pasca 1965
Indonesia, setelah melewati masa pergolakan politik 1965, tengah menjalani transisi kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. Ibu kota negara, Jakarta, mengalami stagnasi. Kota ini dipenuhi masalah: banjir yang langganan datang, jalanan berlubang, kawasan kumuh menyebar, dan fasilitas umum nyaris tidak berkembang.
Pemerintah pusat belum mampu memberikan dukungan finansial besar kepada pemerintah daerah. Saat itulah Ali Sadikin, seorang mantan perwira Korps Marinir yang dikenal tegas, dilantik menjadi Gubernur Jakarta pada tahun 1966.
Ali Sadikin melihat realitas dengan kepala dingin. Ia menyadari bahwa membenahi kota ini butuh dana besar. Namun pemasukan kas daerah jauh dari cukup. Maka, ia memilih jalan yang tak lazim: mencari sumber pendanaan alternatif, termasuk dari sektor-sektor yang dianggap kontroversial seperti perjudian.
Melegalkan Perjudian
Di bawah pemerintahan Ali Sadikin, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan izin resmi bagi sejumlah tempat perjudian. Langkah ini bukan dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tapi melalui regulasi terbuka dan dikontrol oleh aparat pemerintah daerah.
Beberapa kasino diketahui beroperasi di tempat-tempat elite seperti Hotel Indonesia dan kawasan Glodok. Target utama bisnis ini bukan warga miskin atau kelas bawah, melainkan kalangan atas, ekspatriat, dan wisatawan asing.
Pemerintah provinsi memungut pajak dari semua kegiatan perjudian ini. Pendapatan dari sektor ini menjadi salah satu tulang punggung pembiayaan berbagai proyek pembangunan kota.
Menariknya, Ali Sadikin secara terbuka mengakui sumber dana ini. Ia tidak membungkusnya dengan bahasa politis, melainkan menyampaikan secara lugas bahwa pajak dari perjudian digunakan untuk membiayai sekolah, rumah sakit, taman kota, dan infrastruktur dasar.
Apa Saja yang Dibangun dari Dana Kasino?
Dengan tambahan dana yang signifikan, Jakarta mulai berubah. Beberapa pencapaian penting pada masa itu antara lain:
- Pembangunan Taman Ismail Marzuki (TIM) sebagai pusat kesenian dan kebudayaan.
- Revitalisasi kawasan Ancol, yang dulu merupakan daerah kumuh menjadi kawasan wisata terpadu.
- Pembangunan sekolah-sekolah dasar dan rumah sakit di berbagai kecamatan.
- Perbaikan jalan dan drainase untuk mengatasi banjir musiman.
Pemerintahan Ali Sadikin juga fokus pada pengadaan air bersih, penataan pasar, dan pembangunan permukiman baru yang lebih layak. Semua ini dicapai dalam waktu relatif singkat dengan pendanaan yang sebagian berasal dari pajak perjudian.
Reaksi dan Penolakan
Meskipun menghasilkan perubahan nyata, kebijakan ini tidak lepas dari kritik keras. Banyak tokoh agama dan organisasi masyarakat mengecam legalisasi perjudian sebagai bentuk kemerosotan moral. Ali Sadikin menjadi sasaran kritik tajam, tapi ia tetap pada pendiriannya.
Penolakan terhadap kasino ini semakin besar menjelang akhir masa jabatannya. Pemerintah pusat yang semakin kuat di bawah Orde Baru mulai memberi tekanan agar kegiatan ini dihentikan. Pada pertengahan 1970-an, perlahan-lahan izin kasino dicabut dan aktivitas perjudian dihentikan secara resmi.
Warisan yang Kontroversial, Namun Berpengaruh
Kini, sebagian besar masyarakat Jakarta mungkin tidak tahu bahwa kota ini pernah memiliki kasino yang diakui negara. Kisah ini menjadi bagian dari sejarah urban yang jarang diangkat.
Meski menuai kontroversi, kebijakan ini menunjukkan bahwa dalam kondisi darurat, solusi tidak selalu datang dari jalan yang biasa. Ali Sadikin memilih langkah yang berisiko demi membangun kota yang lebih manusiawi.
Bagi Ali Sadikin, pembangunan adalah kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditunda. Dan bagi Jakarta, era kasino bukan hanya soal judi, tapi tentang keberanian mengambil keputusan demi masa depan kota.